Menurut teori ini proses belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Teori ini sangat
mementingkan isi yang yang dipelajari
dari pada proses belajar. Teori ini lebih banyak berbicara tentang
konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta
tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. Teori Humanistik
cendrung bersifat eklektik,
maksudnya dapat memanfatkan atau merangkum teori belajar apa saja asalkan
tujuannya tercapai.
Tokoh-tokoh Penganut
Teori Humanistik
Banyak tokoh penganut aliran
humanistik, diantaranya adalah Kolb yang terkenal dengan “Belajar Empat
Tahap”nya, honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-macam siswa,
Hubemas dengan “Tiga macam tipe belajar”nya, serta Bloom dan Krathwohl yang
terkenal dengan “Taksonomi Bloom”nya.
1.
Pandangan Kolb terhadap Belajar
Kolb seorang ahli penganut aliran
humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu :
a.
Tahap Pengalaman Kongkret
Pada tahap paling awal dalam
peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa
atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya,
dapat menceritrakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran
tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian
tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana
peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut
harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang
pada tahap paling awal dalam proses belajar.
b.
Tahap pengalaman aktif dan reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar
adalah bahwa seseorang makin lama akan
semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang
dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian
tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa
hal itu mesti terjadi.
c.
Tahap konseptualisasi
Tahap ke tiga dalam peristiwa
belajar adalah seseorang sudah mulai
berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum
dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Berfikir
induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi
dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang
diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang
dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d.
Tahap eksperimentasi aktif
Tahap
terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang
seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau
aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk
mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak
lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu
menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
Tahap-tahap belajar demikian
dilakukan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung
di luar kesadaran orang yang belajar. Secara teoritis tahap-tahap belajar
tersebut memang dapat dipisahkan, namun dalam kenyataannya proses peralihan
dari suatu tahap ke tahap belajar di atasnya sering kali terjadi begitu saja
sulit untuk ditentukan kapan terjadinya.
2.
Pandangan Honey Dan Mumford Terhadap Belajar
Honey dan Mumford
menggolong-golongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan,
yaitu kelompok aktivis, golongan reflektor, kelompok teoritis dan golongan
pragmatis diantara :
a.
Kelompok aktivis
Orang-orang yang termasuk ke dalam
kelompok aktivis adalah mereka yang
senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan
tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah
diajak berdialog, memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan
mudah percaya pada orang lain. Namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali
kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya
untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang
pada hal-hal yang sfatnya penemuan-penemuanbaru, seperti pemikiran baru,
pengalaman barru dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem
solving, barin storming. Namun mereka akan cepat bosan dengan
kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b.
Kelompok reflektor
Mereka yang termasuk dalam kelompok
reflektor mempunyai kecenderungan yang
berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam dalam melakukan
suatu tindakan, orang-orang tipe reflektor sangant berhati-hati dan penuh
pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang orang demikian
tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
c.
Kelompok teoritis
Memiliki kecenderugan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir
rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan
kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai
pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau
memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis
dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas
dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
pendapat orang lain.
d.
Kelompok pragmatis
Berbeda dengan orang-orang tipe
prangmatis, mereka memiliki sifat-sifat praktis, tida suka berpanjang lebar
dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka
yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat
dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan. Teori, konsep, dalil, memang
penting, tetapi jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka teori, konsep,
dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya. Bagi mereka, sesuatu lebih baik dan
berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3.
Pandangan Habermas Terhadap Belajar
Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud di sini adalah lingkungan alam
maupun lingkkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu
belajar teknis (technical learning), belajar praktis (practical learning),
dan belajar emansipatoris (emancypatory learning).
Masing-masing tipe memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Belajar teknis (technical learning)
Belajar teknis adalah belajar
bagaimana seseorang dapat beinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa
yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar dapat mereka dapat menguasai dan
mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu
alam atau sain amat dipentingkan dalam belajar teknis.
b. Belajar praktis (practical
learning)
Belajar praktis adalah belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu
dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih
mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu
bidang-bidang ilmu yang berhubungan sosiologi, komunikasi, psikologi,
antropologi, dan semacamnya, amat diperlukan. Sungguhpun demikian, mereka
percaya bahwa pemahaman dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan
alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Oleh
sebab itu, interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya
akan tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
c. Belajar emansipatoris (emancypatory
learning)
Belajar emansipatoris menekanan
upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan
terjadinya perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka
dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk mendukung
terjadinya transformasi kultural tersebut. Untuk itu, ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan budaya dan bahasa amat diperlukan. Pemahaman dan kesadaran
terhadap trasformasi kultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap
belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan tujuan
pendidikan paling tinggi.
4.
Pandangan Bloom Dan Krathwohl Terhadap Belajar
Tujuan belajar yang dikemukakannya
dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutanTaksonomi Bloom.
Melalui taksonomi Bloom inilah telah brhasil memberikan ispirasi kepada banyak
pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun peraktek pembelajaran.
Pada tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru
untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang
mudah dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini pula para praktisi pendidikan
dapat merancang program-program pembelajarannya. Setidaknya di Indonesia,
taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling populer di lingkungan
pendidikan. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah sebagai
berikut :
Domain koognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu :
1. Pengetahuan
(mengingat, menghafal)
2. Pemahaman
(menginterprestasikan)
3. Aplikasi
(menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4. Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
5. Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh
6. Evaluasi
(membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb.
Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1. Peniruan
(menirukan gerak)
2. Penggunaan
(menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3. Ketepatan
(melakukan gerak dengan benar)
4. Perangkaian
(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5. Naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar
Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1. Pengalaman
(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2. Merespon
(aktif berprtisipasi)
3. Penghargaan
(menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4. Pengorganisasan
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5. Pengamalan
(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena
sukar diterapkan daam konteks yang lebih praktis. Teori ini diangagap lebih
dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada
bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah
yang lebih kongkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu
memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap
semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Semua komponen pendidikan temasuk
tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang
dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu,
sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam
mengaktualisasi dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.
Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu
diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan
dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan
dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang.
Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal
tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat
membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih
luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan dalam konteks manapun akan selalu
diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini
masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis
dan operasional, namun sumbangan teori ni amat besar. Ide-ide, konsep-konsep,
taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para
pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat
membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti
perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta
pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan
tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang
secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagai mana tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi
belajar yang dapat diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar
yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti
bagi siswa (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan
teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa,
diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan
mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).
Dalam prakteknya teori humanistik
ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan
pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada pedoman baku tantang
langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak
langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak
langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan
(2001) dapat digunakan sebagi acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah
sebagi berikut :
- Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
- Menentukan materi pembelajaran.
- Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior) siswa.
- Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
- Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
- Membimbing siswa belajar secara aktif.
- Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
- Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
- Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
- Mengevaluasi proses dan hasil belajar.